Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun non alamiah. Dampak dari bencana sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi. Berdasarkan survei dan identifikasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Departemen ESDM, di Jawa, terdapat sekitar 40 titik rawan longsor. Titik longsor itu, diantaranya, berada di Jabar. Contohnya, di kawasan Puncak-Bogor.
Faktor alami yang dapet menyebabkan longsor adalah curah hujan yang tinggi dan kelerengan yang curam dan terjal. Adapun faktor non alami untuk memicu terjadinya bencana tanah longsor adalah perubahan dari fungsi lahan dari fungsi sebelumnya. Sementara itu kondisi geografis dari daerah puncak di dataran tinggi yang memiliki kelerengan yang tergolong cukup terjal adapun kota bogor adalah salah satu kota yang memiliki jumlah curah hujan yang sangat tinggi. Ditambah lagi dengan tumbuhnya pemukiman-pemukiman yang secara langsung merubah fungsi guna lahan didaerah puncak, dalam hal ini merusak fungsi lahan yang tadinya hutan atau perkebunan yang secara tidak langsung adalah sebagai penyerap dan pengontrol jumlah air yang turun dari hujan. Dengan terjadinya pengalihan fungsi guna menjadi pemukiman maka semakin banyak lahan yang tertutup dengan bahan kedap air sehingga air akan mengalir didaratan. Dengan demikian daerah puncak di Kabupaten bogor ini sudah memenuhi kriteria rawan longsor baik dari faktor alami dan ditambah pula dari faktor non alami.
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penyusunan rencana tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain daya dukung dan daya tampung lingkungan dan Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 1985 Tanggal 6 Desember 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak menjelaskan bahwa fungsi utama dari kawasan puncak ini sebagai kawasan lindung, kawasan penyangga dan kawasan budi daya pertanian. Adapun kawasan lindung terdiri atas hutan lindung, suaka alam, dan areal lindung ainnya di luar hutan. Kemudian kawasan penyangga meliputi peruntukan ruang untuk perkebunan teh, tanaman tahunan dan hutan produksi terbatas. Sedangkan kawasan budi daya pertanian terdiri dari peruntukan ruang tanaman tahunan, tanaman pangan lahan kering dan tanaman pangan lahan basah.
Dari penjelasan diatas sudah sangat jelas di tekankan bahwa fungsi utama dari kawasan puncak bukanlah sebagai area pemukiman. Langkah kongkrit dalam mengantisipasi masalah ini adalah dengan cara relokasi dan pembatasan pembangunan yang berlebihan dikawasan puncak. Adapun relokasi ini sedang diusahakan oleh pemerintah setempat untuk menahan laju tertumbukan penduduk didaerah puncak. Solusi yang ditawarkan adalah dengan dialihkan ke daerah antara Cipayung hingga Ciawi. Kawasan ini terletak di hilir dari kawasan puncak. Kondisi suasana di daerah tersebut sejauh ini hampir sama dengan kondisi di puncak hanya saja bedanya dari segi kelerengannya. Sedangkan usaha pembatasan pembangunan bisa diusahakan oleh pemerintah setempat untuk mengkaji kembali fungsi lahan puncak yang mulai terkikis dan bisa disusun kembali rencana tata ruang wilayah puncak sebagai fungsi dan kegunaaanya supaya tidak ada daerah rawan bencana yang muncul akibat dari pengalihan fungsi lahan.
oleh: Ario Wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar