02 Desember 2010

Adik di Mataku

1 Desember. Hari dimana lima belas tahun yang lalu aku melepas masa sebagai anak tunggal, ya.. di hari itu saya memiliki adik, suatu perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan ekspresi lain selain tersenyum lebar. Lahir di bogor tepatnya di rumah sakit atang sanjaya melalui proses normal. Hari pada saat itu hari jum’at dan saya mesih duduk di taman kanak-kanak,  dengan terpaksa memboloskan diri dari kegiatan belajar. Ditemani nenek (Alm) kita berdua segera bergegas menuju rumah sakit yang letaknya kurang lebih 20 km dari rumah. Saat sampai dan pertama kali melihat adikku aku hanya bisa terdiam dan berbicara didalam hati aku sudah jadi kakak.
3 bulan berikutnya perkembangan adikku semakin pesat. Kebiasaan yang aku sangat sukai adalah jika melihat bayi sedang di mandikan. Ada suatu kejadian yang bodoh yang aku lakukan kala itu. Ketika sedang melihat adikku dimandikan, ibu menyuruhku menambahkan air dingin di bak mandi adikku lalu aku mengambil segelas air dingin dan langsung aku siramkan ke bagian bawah adikku, dampaknya awalnya ia hanya menangis tetapi lambat laun entah ada sesuatu yang aneh dibagian saluran kencingnya, pada saat itu juga adikku langsung dirujuk ke rumah sakit yang sama tempat dia lahir. Solusi yang ditawarkan dokter adalah disunat. Ibu nangis gak berhenti-henti saat adikku disunat. Lalu adikku belum boleh diizinkan pulang. Dan kami tinggal d salah satu kamar di belakang rumah sakit yang posisinya itu tepat satu lorong dengan kamar mayat. Menakutkan, 3 hari yang berat untuk aku.
Lama sudah waktu berjalan adikku sudah bisa berjalan dan bicara, semenjak itulah kami selalu bertengkar setiap saat. Masalahnya mungkin sepele, tapi dampaknya bisa besar aku yang kala itu masih duduk di bangku SD, sudah bisa disakiti oleh anak seusia 4 tahun dengan cubitan mautnya dan cakarannya yang tajam, atau rambutku selalu dijambak. Seperti kucing ketemu anjing jika bertemu saat berkelahi. Biasanya aku hanya menghindar dan mendorong kelakuan kami tidak pernah berubah setiap harinya selalu berkelahi, hingga ibu marah bahkan nangis (maafkan kami ibu..) untuk melerai kita. Aku selalu mengalah jika berkelahi, tapi aku tidak terima jika aku tidak dibela sama ibu, serba salah. Ya kelakuan anak laki-laki selalu ingin menang sendiri.
Beranjak TK adikku dia memperlihatkan perilaku yang sangat manja kepada ibu. TK nya berjarak hanya kurang lebih 500 meter dari rumah tetapi gak pernah mau ditinggal pulang oleh ibu. Ibu harus selalu ada di jendela kelasnya, bahkan tidak boleh untuk duduk sekalipun dengan alasan takut nanti ibunya pulang diam-diam. Saat SD kelas 1 kami bersekolah di sekolah yang sama(saat itu aku sudah kelas 6).
Lucu jika mengingat masa itu, sebab adikku selalu menjadi tempat percobaan dari eksperimen ku aku ingat sekali waktu kita sering bersepeda kebetulan sepedah adikku baru kala itu, dan aku selalu memakainya sehingga adikku kesal, jika dia sudah kesal bia akan mengejarku keberbagai penjuru komplek dirumahku. Layaknya permainan kucing kucingan adikku selalu menyamar dan berharap aku yang dikejarnya tidak melihat dia bersembunyi (aku menggunakan sepeda saat adikku nengejarku) adrenalin sangat terpacu jika adikku sedang mengerjarku (dia mengejarku dengan berlari). Hingga akhirnya di kesal dantidak dapat mengejarku yang akan dia lakukan adalah berbaring dijalan raya.
Tatkala aku SMP dan pindah ke bandung untuk menetap di asrama, baru lah frekuensi berkelahi kita mulai berkurang, bahkan ibu sempat bercerita padaku bahwa adikku pernah menangis pada saat aku pergi kembali ke bandung, tetapi dia mengalihkan alasan nanggisnya itu dengan alasan “mata ade kelilipan” bari curambay.. belum berakhir kebiasaan kita berkelahi, jika saya pulang pada saat liburan pasti kita selalu berkelahi kembali.

Setelah dia sudah SMP dia menyusulku ke bandung, di asrama pun kami sempat berkelahi tetapi tidak sesering dirumah, di tahun pertamanya di asrama nampaknya dia sangat susah beradaptasi dengan lingkungan dia sering sekali menangis dan ingin pulang. Bahkan dia sempat menyatakan bahwa dia tidak akan SMA di bandung. Tetapi seiring berjalannya waktu adikku akhirnya bisa menikati kehidupan berasrama, bahkan saati ini dia melanjutkan SMA di sekolah yang sama.


Aku sadar kalau aku ini orang yang keras untuk menasihati seorang adik dan sering kali aku mengunakan kekerasan untuk sebuah nasihat yang tidak akan masuk dicerna oleh adikku karena sikapku. Semakin sering aku berlaku seperti itu semakin keras juga watak adikku jika aku peringatkan. Ini sebuah pelajaran hidup bahwa semua orang itu watak dan sifatnya itu tidak sama walaupun dari satu rahim.

Dia seorang yang sangat cerdas berpidato menggambar dan bernyanyi. Seorang pecinta binatang. Impiannya adalah bisa memiliki biola dan bisa memainkannya. Sedangkan cita-citanya adalah menjadi psokolog, menerapi orang dari masalah kejiwaan. Dia adikku, Ahmad Helmi Imaduddin.

oleh: Ario Wicaksono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar